Sabtu, 27 Agustus 2011

Terapi Koservatif Acute Kidney Injury pada Anak

TERAPI KONSERVATIF ACUTE KIDNEY INJURY PADA ANAK
Krisni Subandiyah
Divisi Nefrologi Anak Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUB-RSU Dr. Saiful Anwar Malang
ABSTRAK
            Acute kidney injury (AKI), sebelumnya disebut sebagai gagal ginjal akut (GGA) adalah peningkatan kadar kreatinin serum dan metabolit persenyawaan nitrogen, yang disebabkan oleh penurunan secara cepat kemampuan ginjal dalam mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Angka kejadian AKI pada anak menjadi meningkat. Etiologi AKI dibagi menjadi prerenal, intrinsik renal, dan post renal. Diagnosis AKI menggunakan kriteria RIFLE (R-renal risk, I-injury, F-failure, L-loss of kidney function, E-end stage kidney disease). Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang meliputi urinalisis dan pemeriksaan radiologis dapat menegakkan penyebab AKI. Prinsip penatalaksanaan AKI adalah pengobatan suportif dan renal replacement therapy (RRT). Pengobatan konservatif pada AKI meliputi pengaturan keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa, stabilisasi tekanan darah, penanganan anemia, pemberian nutrisi yang adekuat, pengaturan pemberian dosis dan jenis obat-obatan. Beberapa anak dengan AKI memerlukan RRT untuk menghilangkan toksin endogen dan eksogen, dan untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa sampai fungsi ginjal membaik.. Prognosis AKI sangat tergantung pada etiologi AKI tersebut. Pada anak yang pernah mengalami AKI dengan berbagai penyebab mempunyai risiko berkembang mengalami penyakit ginjal pada beberapa tahun kemudian.
Kata kunci : Acute kidney injury, anak, terapi konservatif.

            CONSERVATIVE THERAPY OF ACUTE KIDNEY INJURY IN CHILDREN
ABSTRACT
Acute kidney injury (AKI), previously called acute renal failure is characterized by a reversible increase in the serum concentration of creatinine and nitrogenous waste products and by the inability of the kidney to regulate fluid and electrolyte homeostasis appropriately. The incidence of AKI in children appears to be increasing. The etiology of AKI can be divided into prerenal, intrinsic renal, and postrenal. The diagnosis of AKI using the RIFLE (R-renal risk, I-injury, F-failure, L-loss of kidney function, E-end stage kidney disease). The history, physical examination, and laboratory studies including a urinalysis and radiographic studies can establish the likely cause(s) of AKI. The management of patients with AKI is principally conservative and renal replacement therapy (RRT). Conservative therapy of AKI included correcting the fluid balance, acidosis and electrolyte abnormalities, blood pressure stabilization, anemia, provide adequate nutrition, monitoring of the drug doses and kind. Many children with AKI will need RRT to remove endogenous and exogenous toxins and to maintain fluid, electrolyte, and acid-base balance until renal function improves. The prognosis of AKI is highly dependent on the underlying etiology of the AKI. Children who have suffered AKI from any cause are at risk for late development of kidney disease several years after the initial insult.

Keywords: Acute kidney injury, children, conservative therapy.



TERAPI KONSERVATIF ACUTE KIDNEY INJURY PADA ANAK
Krisni Subandiyah
Divisi Nefrologi Anak Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUB-RSU Dr. Saiful Anwar Malang
PENDAHULUAN
Acute kidney injury (AKI), sebelumnya disebut sebagai acute renal failure (ARF)/ gagal ginjal akut (GGA), adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak yang dkitandai dengan adanya peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen, yaitu serum kreatinin (>50% di atas nilai normal) dan  blood urea nitrogen (BUN),  disertai dengan penurunan produksi urin (kurang dari 0,5-1 ml/kg per jam). 1,2 Penurunan fungsi ginjal tersebut disebabkan oleh penurunan secara cepat kemampuan ginjal dalam mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Insiden AKI pada anak semakin meningkat, demikian pula dengan etiologi AKI mengalami perubahan penyebab dari penyakit ginjal primer menjadi multifaktor. 3,4
Sampai saat ini, angka kematian AKI masih tinggi karena sering kali tidak terdiagnosis sejak dini, padahal dengan menggunakan kriteria diagnosis berdasarkan peningkatan kadar kreatinin dan penurunan glomerular filtration rate (GFR) / laju filtrasi glomerulus (LFG),  yaitu kriteria RIFLE (Risk, Injury, Failure, Loss, and End-stage kidney disease), maka angka kejadian AKI dapat diramalkan sebelumnya dan mungkin dapat dicegah terjadinya. 5,6
 Pada pasien yang dirawat di rumah sakit angka kematian AKI sekitar 30- 50 % dan dapat mencapai 70- 80% pada pasien- pasien yang dirawat di ruang intensif. 7
           
EPIDEMIOLOGI
Sampai saat ini insiden dan penyebab AKI pada anak masih belum diketahui secara pasti. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa insiden AKI pada anak yang dirawat di  rumah sakit sebesar 0,8 per 100.000 anak. 1,2  Angka kejadian AKI pada anak laki-laki lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Insiden AKI pada neonatus berkisar antara 8-24% bayi baru lahir. 8 Insiden AKI pada bayi baru lahir, di negara sedang berkembang sebesar 3.9 bayi per 1.000 kelahiran hidup dan  34.5 bayi  per 1.000 bayi baru lahir. 8
Insiden AKI pada neonatus dengan asfiksia berat lebih tinggi dibandingkan neonatus dengan asfiksia sedang. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (kurang dari 1.500 g), nilai Apgar, patent ductus arteriosus (PDA), dan mendapatkan obat-obat antibiotika dan anti inflamasi non steroid selama maternal, dalam perjalanannya akan terjadi AKI. 9,10
       
ETIOLOGI
            Etiologi AKI dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu prerenal, renal/ intrinsik, dan pascarenal (Tabel 1). Pembagian ini berdasarkan lokasi terjadinya kelainan patofisiologi yang menimbulkan AKI. 1,11

Tabel 1. Etiologi acute kidney injury pada anak
Tipe
Etiologi
Prerenal













Penyakit ginjal intrinsik























Uropati obstruksi
Kehilangan volume cairan tubuh :
-       Dehidrasi
-       Perdarahan
Penurunan volume vaskular efektif
-       Sepsis akibat vasodilatasi
-       Luka bakar, taruma akibat pengumpulan cairan di ruang ketiga
-       Sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia
Penurunan curah jantung : gagal jantung, kardiomiopati, pasca bedah jantung

Nekrosis tubular akut
Hipoksia/iskemik
Obat-obatan
Toksin :
-    Toksin endogen : hemoglobin, mioglobin
-    Toksin eksogen  : Etilen glikol, metanol
Nefropati asam urat dan sindrom lisis tumor
Nefritis intertisial :
-       Obat-obatan
-       Idiopatik
Glomerulonefritis:
-       Rapidly progressive glomerulonephritis (RPGN)
Kelainan vaskuler :
-       Trombosis arteri renalis
-       Trombosis vena renalis
-       Nekrosis kortikal
-       Hemolytic Uremic Syndrome (HUS)
-       Hipoplasia/diaplasia dengan/tanpa uropati obstruksi
-       Idiopatik
-       Paparan obat-obat nefrotoksik intrauterin
Obstruksi ureter bilateral
Obstruksi uretra
Obstruksi ginjal soliter

Dikutip dari : Duzova A, Bakkaloglu A, Kalyoncu M, Poyrazoglu H, Ozkaya A, Delibas O, et al. Etiology and outcome of acute kidney injury in children. Pediatr Nephrol. 2010;25:1453–61.

PATOGENESIS
AKI prerenal 
Penyebab AKI prerenal adalah penurunan aliran darah (hipoperfusi) ke ginjal, disebabkan oleh penurunan volume intravaskular (hipovolemia) atau penurunan volume darah efektif. Pada prerenal AKI intergritas jaringan ginjal masih normal sehingga prognosis lebih baik apabila faktor penyebab segera dikoreksi. Apabila perbaikan hipoperfusi ginjal tidak berhasil maka akan menjadi renal AKI, yaitu nekrosis tubular akut (NTA), disebabkan karena iskemia. Pada kondisi tersebut fungsi otoregulasi ginjal akan berusaha mempertahankan tekanan perfusi, melalui mekanisme vasodilatasi intrarenal. Dalam keadaan normal, aliran darah ginjal dan LFG relatif konstan karena diatur oleh mekanisme yang disebut otoregulasi. 12
                Mekanisme otoregulasi terganggu pada hipoperfusi yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung lama, arteriol aferen mengalami vasokonstriksi, mesangial kontraksi, dan peningkatan reabsorbsi Na+ dan air. Kondisi tersebut belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal sehingga penanganan terhadap penyebab hipoperfusi tersebut akan memperbaiki homeostasis intrarenal menjadi normal kembali. 1,2
            Beberapa jenis obat dapat menyebabkan prerenal AKI, antara lain nonsteroidal anti inflamatory drugs (NSAID) karena menghambat sintesis prostaglandin, mengakibatkan penurunan LFG; angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI) dapat menurunkan produksi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi arteriol eferen dengan akibat penurunan tekanan hidrostatik glomerulus; siklosporin dan takrolimus juga dapat menyebabkan vasokonstriksi vaskular sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal. 13

AKI renal
            Penyebab AKI renal/intrinsik dikategorikan sesuai dengan lokasi terjadinya gangguan histologis struktur ginjal. Penyebab  AKI renal dapat dibagi menjadi : kelainan glomerulus, interstitial, tubulus. Penyakit yang dapat mengakibatkan AKI renal, yaitu NTA, glomerulonefritis, trombosis, dan nefritis interstitial akut. 3,11
            Penyebab utama AKI renal adalah nekrosis tubular akut (Gambar 1), dengan etiologi multifaktorial dan biasanya terjadi pada penyakit-penyakit akut dengan sepsis, hipotensi dan penggunaan obat-obat nefrotoksik. 12,13
Gambar 1. Mekanisme patogenesis nekrosis tubular akut
Dikutip dari : Devarajan P. Update on Mechanisms of Ischemic Acute Kidney Injury. J Am Soc Nephrol. 2006;17:1503–20.

AKI pascarenal
            AKI pascarenal terjadi karena obstruksi aliran urin (uropati obstruksi), bisa kongenital atau didapat. Obstruksi akan meningkatkan tekanan di dalam kapsula Bowman dan menurunkan tekanan hidrostatik, mengakibatkan LFG menurun. Obstruksi dapat bersifat kongenital maupun didapat. Kelainan kongenital yang sering menyebabkan AKI renal adalah katup uretra posterior, obstruksi ureteropelvis bilateral, obstrusi ureterovesika bilateral. Obstruksi dapat terjadi di seluruh saluran kemih mulai dari uretra sampai ureter dan pelvis. Obstruksi saluran kemih yang didapat, antara lain batu ginjal, dan tumor. Bila diagnosis etiologi cepat ditegakkan dan segera dilakukan tindakan koreksi obstruksi, maka fungsi ginjal dapat kembali normal. 3,15

DIAGNOSIS
            Diagnosis AKI dapat ditegakkan berdasarkan adanya peningkatan kreatinin serum dan/ atau peningkatan kadar BUN, dan/ atau penurunan produksi urin. 1,15 Peningkatan BUN dan kreatinin serum bukan hanya disebabkan oleh kerusakan ginjal, tetapi dapat sebagai respon  normal ginjal terhadap deplesi volume intraselular atau penurunan aliran darah ginjal. Kreatinin serum meruipakan gambaran dari LFG, yang dapat dihitung menggunakan rumus : 16

Dalam perkembangannya, untuk menegakkan diagnosis AKI menggunakan kriteria RIFLE menurut  Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) (Gambar 2.) dan biomarker untuk AKI. 17,18,19 Beberapa biomarker (penanda biologis) dapat digunakan untuk mendeteksi AKI secara dini, antara lain cystatin C serum, neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL), cystatin C, interleukin 18, and kidney injury molecule-1 (KIM-1). 20,21,22,23 Walaupun marker tersebut mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, tetapi tidak digunakan secara rutin karena tidak selalu tersedia dan sangat mahal. 19,24

Gambar 2. Kriteria RIFLE menurut ADQI.
Dikutip dari : Bellomo R, Ronco C, Kellum JA et al. The Second International Consensus Conference of the Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) Group. Acute renal failure—definition, outcome measures, animal models, fluid therapy and information technology needs. Crit Care. 2004;8:204–12.


Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
            Keluhan dan gejala klinis AKI pada anak tidak spesifik, dan seringkali merupakan gejala dari penyakit awalnya, misalnya glomerulonefritis akut. Pendekatan diagnosis AKI dapat ditentukan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang baik untuk menentukan penyebab prerenal, renal, atau pascarenal.4,24 Anamnesis yang baik akan sangat membantu mencari penyebab terjadinya AKI. Adanya riwayat diare, muntah, trauma atau pascaoperasi menunjukkan ke arah AKI prerenal. Sakit tenggorok, 1-2 minggu sebelumnya atau koreng di kulit, hematuria, sembab periorbita menunjukkan ke arah AKI renal, yaitu GNA pasca streptococcus. Adanya riwayat sering panas, ruam kulit, artritis menunjukkan ke arah lupus eritematosus sistemik atau vaskulitis. Adanya riwayat obstruksi saluran kemih, seperti kurang lancar,  frekuensi, menetes merupakan petunjuk AKI postrenal. 26,27
           
Tabel 2. Gejala klinis yang sering didapatkan pada AKI
Gejala pada intravaskular
·      Takikardia
·      Hipotensi
·      Acral dingin
·      Mukosa membran kering
·      Capillary refill time > 2 detik
Gejala akibat kelebihan cairan
·      Edema
·      Hipertensi
·      Irama gallop
·      Krepitasi paru
·      Hepatomegali
·      Jugular venous pressure meningkat
Gejala dari penyakit penyebab
·      Anaemia (penyakit ginjal kronis)
·      Purpura (Henoch–Schönlein purpura)
·      Malar rash (systemic lupus erythematosus)
·      Pembesaran ginjal (thrombosis vena renalis, hidronefrosis)
·      Gangguan pertumbuhan
·      Tender kidney (pyelonefritis, penolakan transplantasi )
·      Pembesaran ginjal (uropati obstruksi)


           
Dikutip dari : Akcay A, Turkmen K, Lee DW, Edelstein CL. Update on the diagnosis and management of acute kidney injury. International Journal of Nephrology and Renovascular Disease. 2010;3:129–40.
Pemeriksaan penunjang
            Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis AKI terdiri dari urinalisis, kimia darah, pemeriksaan radiologis, dan bila perlu dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal. 2,4

Urinalisis
            Pemeriksaan urin sebaiknya dilakukan sebelum pemberian diuretika. Adanya proteinuria (> 3 g/24 jam), eritrosit, silinder eritrosit,dan silinder granular ditemukan pada glomerulonefritis atau vaskulitis. Bila tidak ditemukan adanya elemen seluler dan proteinuria maka kemungkinan AKI prerenal dan pascarenal. 2,28
            Untuk membedakan AKI prerenal dan renal dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium urin, sebagai berikut : 28

Tabel 3. Perbedaan pemeriksaan urin antara AKI prarenal dengan renal
Urine
Prarenal
Renal
Volume
Sedikit
Sedikit
Protein
Negatif
Sering positif
Sedimen
Normal
Torak granular, eritrosit
Berat jenis
> 1020
1010 – 1015
Na urin (mmol/l)
< 10
> 25
Urea urin (mmol/l)
> 250
< 160
Osmolalitas (mmol/l)
> 500
200­­­­­­– 350
Rasio osmolalitas U/P
> 1.3
< 1,1
FENa
< 1
> 1


Dikutip dari : Han WK, Waika SS, Johnson A, Betensky RA, Dent  CL, Devarajan P, et al.  Urinary biomarkers in the early diagnosis of acute kidney injury. Kidney International. 2008;73: 863–9.

Pemeriksaan Radiologis
            Ultrasonografi (USG) ginjal merupakan pemeriksaan radiologis yang harus dilakukan pada anak dengan AKI yang etiologinya tidak jelas. Tujuan pemeriksaan USG ginjal adalah untuk menentukan apakah kedua ginjal ada, menentukan ukuran/besar ginjal, mengevaluasi parenkim ginjal, mengevaluasi adanya obstruksi pada saluran kemih, melihat aliran darah ginjal. Untuk mengevaluasi aliran darah ginjal dari arteri dan vena renalis, digunakan pemeriksaan radiologis USG doppler. 1,4
Biopsi ginjal
            Biopsi ginjal digunakan apabila hasil evaluasi pemeriksaan yang non-invasif tidak dapat menegakkan diagnosis etiologinya, atau pada keadaan tertentu yaitu dicurigai kemungkinan glomerulonefritis progresif cepat atau nefritis interstisial. 2

PENGOBATAN
            Pengobatan AKI pada anak meliputi pengobatan konservatif dan renal replacement therapy (RRT) atau terapi pengganti ginjal.
PENGOBATAN KONSERVATIF
          Pengobatan konvervatif AKI pada anak, antara lain pengaturan keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa, stabilisasi tekanan darah, penanganan anemia, pemberian nutrisi yang adekuat, pengaturan pemberian dosis dan jenis obat-obatan. Perawatan dapat dilakukan di ruang bangsal atau di ruang intensive care unit (ICU) tergantung pada gejala klinis. Apabila penderita dengan manifestasi klinis didapatkan adanya gangguan jantung-paru, harus dilakukan pengamatan ketat, atau pada penderita  dengan dialisis harus dirawat di ruang ICU.  29,30
Diuretika
            Pemberian diuretika dan obat-obat vasoaktif seringkali digunakan untuk mencegah atau mengurangi AKI. Diuretika furosemid intravena (1-5 mg/kg/dosis) dapat meningkatkan produksi urin. Pemberian diuretika dapat diberikan dengan cara diuresis paksa, meskipun  tindakan ini masih kontroversi. Sebelum melakukan tindakan ini, penderita tidak dehidrasi dan tidak didapatkan adanya obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal). Efek samping pemberian furosemid adalah eksaserbasi gagal ginjal dan ototoksisitas terutama bila diberikan dalam dosis tinggi dan keadaan asidosis metabolik. 14,30
Obat manitol (0.5-1.0 g/kg) dapat pula digunakan untuk meningkatkan produksi urin. Apabila anak tidak respon terhadap pemberian diuretika, maka melanjutkan pemberian diuretika tidak boleh dilakukan karena membahayakan dengan efek samping obat yaitu meningkatkan volume darah dan edema paru. Obat dopamin dapat memperbaiki tekanan darah dan memperbaiki perfusi ginjal. Untuk menjaga perfusi yang adekuat diperlukan pengawasan ketat tekanan vena sentral.
Dopamin dosis rendah (0,5 – 3.0 µg/kg/ menit)  dapat memperbaiki aliran darah ginjal melalui vasodilatasi. 2,14 Perfusi glomerulus dipengaruhi oleh tekanan dan volume glomerulus. Dilaporkan bahwa pemberian dopamin dosis rendah pada anak-anak belum efekstif untuk meningkatkan perfusi glomerulus. Bahkan dapat meningkatkan risiko terjadinya takiaritmia dan iskemik miokardium oleh karena konsumsi oksigen miokardium meningkat. 14
Terapi cairan
            Sebelum pemberian terapi cairan, harus ditentukan terlebih apakah anak dalam keadaan hipovolemia, euvolemia atau kelebihan cairan. Parameter untuk menentukan status volume cairan adalah gejala klinis, yaitu adanya perubahan berat badan secara mendadak dan laboratorium seperti Na urin, fraksi ekskresi Natrium (FeNa) BJ dan osmolalitas urin. Bila tidak dapat ditentukan maka diberikan percobaan (challenge) cairan normal saline/ringer lactate (RL), 10-20 ml/kg selama 30-60 menit. Kemudian dilakukan penilaian lagi. Biasanya terjadi diuresis setelah 2-4 jam setelah rehidrasi. Bila setelah resusitasi cairan, produksi urin tidak meningkat dan azotemia tidak membaik, maka indikasi umtuk dilakukan pemasangan tekanan vena sentral / central venous pressure (CVP) yang dapat membantu untuk memantau apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.  4,30
            Terapi cairan pada AKI renal harus dilakukan balans cairan secara cermat. Balans cairan yang benar adalah bila berat badan menurun 0,1-0,2% setiap hari. Pemberian cairan diperhitungkan berdasarkan insensible water loss (IWL) + jumlah produksi urin 1 hari sebelumya serta ditambahkan dengan cairan yang keluar melalui muntah, feses, slang nasogastrik, dan lain-lain. Dan dikoreksi dengan kenaikan suhu tubuh setiap 10C sebanyak 12%. Perhitungan IWL dapat dilakukan berdasarkan caloric expenditure, sebagai berikut : 31
            Berat badan                : 0-10 kg          : 100 kal/kg/hari
                                                  11-20 kg        : 1000 kal + 50 kal/kg/hari
                                                  > 20 kg          : 1500 kal + 20 kal/kg/hari
            Jumlah IWL                 = 25 ml per 100 kal.
Asidosis dan Gangguan Keseimbangan Elektrolit
            Pada AKI sering terjadi asidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain hiponatremi, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia. 2
Asidosis metabolik dapat dikoreksi dengan natrium bikarbonat sesuai hasil analisis gas darah, yaitu ekses basa x berat badan x 0,3 (mEq), atau 2-3 mEq/kg/hari setiap 12 jam. Tindakan koreksi asidosis dapat menimbulkan hipokalsemia dan tetani.  29,30
Hiponatremia (Na serum < 130 mEq/L) sering didapatkan pada anak dengan AKI, biasanya disebabkan oleh pemberian cairan yang berlebihan sebelumnya, cukup dilakukan restriksi cairan. Bila kadar serum Na < 120 mEq/L, anak mempunyai risiko tinggi terjadi kejang sehingga harus dikoreksi dengan cairan NaCl hipertonik 3% (0,5 mEq/ml), sampai kadar Na serum 125 mEq/L. Penghitungan koreksi Na dengan rumus : (125-Na serum) x 0,6 X berat badan, diberikan secara perlahan dalam 1-4 jam. Pada anak yang sudah didapatkan adanya gejala kejang, maka koreksi dengan NaCl 3% yang diberikan adalah sebagai berikut:  2,29
-       NaCl 3% :10-12 mL/kg, secara intravena, selama 1 jam.
-       NaCl 3% : (125-Na serum) x 0,6 + (0.513 mEq Na/mL NaCl 3%), secepatnya
Hiperkalemia pada penderita AKI, harus ditangani secepatnya karena sangat membahayakan. Pembagian hiperkalemia adalah sebagai berikut : hiperkalemia ringan-sedang bila kadar kalium antara 6.0 – 7.0 mEq/L (6.0 dan 7.0 mmol/L), hiperkalemia berat adalah kadar kalium > 7.0 mEq/L (7.0 mmol/L) disertai adanya elektrokardiografi (EKG) atau aritmia jantung. Hiperkalemia disebabkan karena menurunnya fungsi ginjal, gangguan sekresi kalium dari tubulus, kerusakan sel tubulus. Bila didapatkan hiperkalemia ringan-sedang dikoreksi dengan pemberian kation exchange resin (resonium A), yaitu kayexalat 1 gm/kg per oral atau per rektal 4x sehari atau kalitake 3x2,5 gram. Bila hiperkalemia berat atau bila didapatkan adanya kelainan EKG atau aritmia jantung diberikan Ca glukonas 10% 0,5-1 mL/kg intravena dalam 10-15 menit, natrium bikarbonat 7,5% 1-2 mEq/kg, intravena dalam 30-60 menit. Apabila hiperkalemia belum membaik, maka dapat diberikan glukosa 0,5-1.0 g/kg, ditambahkan insulin 0,1unit/kg, intravena selama 30 menit atau subkutan; atau insulin 0,2 unit/kg sambil mempersiapkan dialisis. Penatalaksanaan hiperkalemia dapat diberikan obat beta agonist, yaitu salbutamol 2,5 mg (anak dengan berat badan kurang dari 25 kg atau 5 mg bila berat badan lebih dari 25 kg) melalui nebulizer, atau 4-5 µg/kg dalam 15 menit, tetapi pemberian melalui nebulizer lebih direkomendasikan.  29,30
Hipokalsemia dapat disebabkan oleh hiperfosfatemia, resistensi tulang terhadap hormon paratiroid, atau koreksi asidosis yang berlebihan. Penatalaksanaan hipokalsemia atau hiperfosfatemia dapat diberikan kalsium karbonat per oral dengan dosis 45-65 mg/kg/hari dan diit restriksi fosfor. Hipokalsemia berat dan/atau disertai dengan tetani atau aritmia jantung, diberikan kalsium glukonas 10%, 0,5-1 mL/kg selama 5-10 menit dilanjutkan dengan dosis rumatan kalsium 1-4 gram/hari, per oral. Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroid sekunder dapat diberikan Vitamin D, yaitu 1,25-dihydroxyvitamin D3 (calcitriol), 0,01-0,05 mcg/kg/hari, per oral (usia <3 tahun) atau 0,25 mcg-0,75 mcg per hari (usia > 3 tahun). . 2,30
Hipertensi
            Hipertensi didefinisikan sebahai tekanan darah lebih besar dari 95 persentil berdasarkan usia, jenis kelamin dan  tinggi badan. Hipertensi pada AKI biasanya disebabkan karena kelebihan volume atau perubahan tekanan pembuluh darah. Bila disebabkan karena kelebihan cairan (overload) maka diberikan diuretika (furosemid) atau dilakukan dialisis, bila perlu dapat dikombinasi dengan angiotesin-converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor), yaitu kaptopril  0,3 mg/kg/kali, diberikan 2-3 kali sehariBila disebabkan karena peningkatan tekanan pembuluh darah maka diberikan obat-obat anti hipertensi. Pada hipertensi krisis diberikan calcium channel blocker (nifedipin) 0,25-1 mg/kg/dosis, sublingual, dosis maksimal 10 mg/dosis atau 3 mg/kg/hari; atau vasodilator (natrium nitroprusside) 0,5-10 mcg/kg/menit, intravena.  29,30
Anemi
            Anemi pada anak dengan AKI tidak harus dilakukan transfusi kecuali bila didapatkan adanya perdarahan yang banyak, ketidakseimbangan hemodinamik, atau hematocrit < 25%. Sebaiknya diberikan packed red cell (PRC) 10 ml/kg, secara pelan-pelan, dalam 4-6 jam (lebih kurang 10 tetes/menit). .29,30
Nutrisi
            AKI pada anak seringkali menyebabkan anoreksia dan malnutrisi, sehingga penatalaksanaan nutrisi yang benar harus segera diberikan. Tujuan pemberian nutrisi pada anak dengan AKI, adalah : (1) memberikan kalori dan protein yang adequat untuk meningkatkan pertumbuhan, (2) mengkontrol diit natrium, kalium, dan fosfat, (3) mempertahankan keseimbangan cairan. 31,32 Nutrisi yang harus diberikan adalah diit tinggi kalori, rendah protein, rendah fosfor dan kalium. Kalori diberikan terutama dalam bentuk glukosa (>70%) dan lemak (< 20%). Protein yang diberikan harus dalam bentuk protein hewani yang bernilai biologik tinggi. Pengaturan diit disesuaikan dengan umur, berat badan anak, tingkat gagal ginjal, penatalaksanaan yang diberikan (dialisis/konservatif).  33,34





Tabel 3. Penatalaksanaan diit kalori dan protein AKI pada anak. 35

Kalori
kcal/kg berat badan ideal
Protein
kcal/kg berat badan ideal
Pengobatan konservatif
·           0 – 2 tahun
·           Anak / remaja

95 - 100
Minimal berdasarkan umur

1.0 - 1.8
1.0

Dialisis peritoneal
·           0 – 2 tahun
·           Anak / remaja

95 - 100
Minimal berdasarkan umur

2.0 - 2.5
1.0 - 2.5

Hemodialisis
·           0 – 2 tahun
·           Anak / remaja

95 - 150
Minimal berdasarkan tinggi badan

1.5 - 2.1
1.0 - 1.8


Dikutip dari : Zappitelli M, Goldstein SL, Symons JM, Somers MJ, Baum MA, Brophy PD, et al. Protein and calorie prescription for children and young adults receiving continous renal replacement theraphy: A report from the prospective pediatric continous renal replacement theraphy registry group. Crit Care Med. 2008;36:3239-45.

Infeksi
            Infeksi biasanya menyerang saluran kemih, pernapasan, dan pencernaan. Pengobatan dengan antibiotik yang sesuai harus segera diberikan. Dosis harus disesuaikan dengan fungsi ginjal. Sebaiknya pencegahan dilakukan, antara lain dengan cara menghindari tindakan-tindakan yang tidak perlu, penanganan secara aseptik dan steril.  2,4
Pemberian Obat-obatan
            Pada penderita AKI harus dihindari pemberian obat-obat yang nefrotoksik untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut. Dan harus selalu dilakukan pemantauan seksama terhadap jenis, dosis dan efek samping obat. 36
           
RENAL REPLACEMENT THERAPY          
            Tujuan renal replacement theraphy (RRT) atau terapi pengganti ginjal adalah untuk menghilangkan toksin endogen dan eksogen dan menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa sampai ada perbaikan fungsi ginjal. Renal replacement theraphy terdiri dari peritoneal dyalisis atau dialisis peritoneal (DP), hemodialisis (HD), dan transplantasi ginjal. 37,38 Beberapa faktor, seperti usia, berat badan, penyebab AKI, derajat gangguan metabolik, tekanan darah, status gizi harus diketahui sebelum memulai RRT dan menentukan modalitas yang akan digunakan. Tiga hal yang harus diperhatikan ketika akan memulai dialisis pada penderita AKI, yaitu saat  memulai dialisis, modalitas dialisis, dan dosis pemberian dialisis. 39,40 Pembahasan lebih lanjut mengenai RRT akan dibahas pada makalah berikutnya.

PROGNOSIS
            Angka kematian AKI tergantung pada etiologi, usia, dan luasnya kerusakan ginjal yang terjadi. Acute kidney injury yang disebabkan oleh hipoksia/iskhemia dan nefrotoksik biasanya fungsi ginjal akan kembali normal. Tetapi penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa hipoksia/iskhemia, dan nefrotoksik dapat menyebabkan gangguan fisiologik dan morfologi ginjal sehingga dapat menyebabkan penyakit ginjal dikemudian hari. 41,42
            Angka kejadian insufiensi ginjal akut pada anak meningkat dan merupakan faktor risiko menjadi insufiensi ginjal kronis, dan 11% menjadi penyakit ginjal kronik. Sehingga adanya riwayat AKI pada anak apapun penyebabnya harus selalu dipantau fungsi ginjal, tekanan darah, dan urinalisisnya dalam waktu yang lama.  Adanya riwayat  AKI pada saat neonatus merupakan faktor risiko tejadinya penyakit ginjal di kemudian hari. 43, 44














DAFTAR PUSTAKA
1.      Whyte DA, Fine RN. Acute renal failure in children. Pediatr. Rev. 2008;29:299-307.
2.      Mak RH. Acute kidney injury in children: the dawn of a new era. Pediatr Nephrol. 2008;23:2147–9.
3.      Boydstun II. Acute renal failure. Adolesc Med Clin. 2005;16:1-9.
4.      Andreoli SP. Acute kidney injury in children. Pediatr Nephrol. 2009;24:253–63
5.      Bagshaw SM, Uchino S, Cruz D, Bellomo R, Morimatsu H, et al. A comparison of observed versus estimated baseline creatinine for determination of RIFLE class in patients with acute kidney injury. Nephrol Dial Transplant. 2009;24:2739–44.
6.      Askenazi DJ, Bunchman TE. Pediatric acute kidney injury: the use of the RIFLE criteria. Kidney International. 2007;71:1028-33.
7.       Freire KMS, Bresolin NL, Farah ACF, Carvalho FLC, Góes JE. Acute kidney injury in children: incidence and prognostic factors in critically ill patients. Rev Bras Ter Intensiva. 2010;22(2):166-74.
8.      Askenaz DJ, Ambalavanan N, Goldstein SL. Acute kidney injury in critically ill newborns: What do we know? What do we need to learn? Pediatr Nephrol. 2009;24:265–74.
9.      Aggarwal A, Kumar P, Chowkhary G, Majumdar S, Narang A. Evaluation of renal functions in asphyxiated newborns. J Trop Pediatr. 2005;51:295–9.
10.   Cataldi L, Leone R, Moretti U, De Mitri B, Fanos V, Ruggeri L, et al. Potential risk factors for the development of acute renal failure in preterm newborn infants: a case controlled study. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2005;90:514–9.
11.   Duzova A, Bakkaloglu A, Kalyoncu M, Poyrazoglu H, Ozkaya A, Delibas O, et al. Etiology and outcome of acute kidney injury in children. Pediatr Nephrol. 2010;25:1453–61.
12.   Devarajan P. Update on Mechanisms of Ischemic Acute Kidney Injury. J Am Soc Nephrol. 2006;17:1503–20.
13.   Patzer L. Nephrotoxicity as a cause of acute kidney injury in children. Pediatr Nephrol. 2008;23:2159–73.
14.   Bellomo R, Wan L, May C. Vasoactive drugs and acute kidney injury. Crit Care Med. 2008;34(Suppl):S179-86.
15.   Waikar SS, Liu KD, Chertow GM. Diagnosis, epidemiology and outcomes of acute kidney injury. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:844-61.
16.   Waikar SS, Bonventre JV. Creatinine Kinetics and the Definition of Acute Kidney Injury.  Am Soc Nephrol. 2009;20:672–9.
17.   Bellomo R, Ronco C, Kellum JA et al. The Second International Consensus Conference of the Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) Group. Acute renal failure—definition, outcome measures, animal models, fluid therapy and information technology needs. Crit Care. 2004;8:204–12.
18.   Endre ZH, Westhuyzen J. Early detection of acute kidney injury: Emerging new biomarkers. Nephrology. 2008;13:91–8.
19.   Waikar SS, Bonventre JV.  Biomarkers for the diagnosis of acute kidney injury. Nephron Clin Pract. 2008;109:192–7.
20.   Herget-Rosenthal S, Marggraf G, Husing J et al. Early detection ofacute renal failure by serum cystatin C. Kidney Int. 2004;66:1115–22.
21.   Mishra J, Ma Q, Prada A et al. Identification of neutrophil gelatinase-associated lipocalin as a novel early urinary biomarker for ischemic renal injury. J. Am. Soc. Nephrol. 2003; 14:2534–6.
22.   Han WK, Bailly V, Abichandani R, Thadhani R, Bonventre JV. Kidney Injury Molecule-1 (KIM-1): A novel biomarker for human renal proximal tubule injury. Kidney Int. 2002;62: 237–44.
23.   Parikh CR, Jani A, Melnikov VY, Faubel S, Edelstein CL. Urinary interleukin-18 is a marker of human acute tubular necrosis. Am. J. Kidney Dis. 2004;43:405–14.
24.   Devarajan P. Emerging urinary biomarkers in the diagnosis of acute kidney injury. Expert Opin Med Diagn. 2008;2:387–8.
25.   Akcay A, Turkmen K, Lee DW, Edelstein CL. Update on the diagnosis and management
of acute kidney injury. International Journal of Nephrology and Renovascular Disease. 2010;3:129–40.
26.   Cerda J, Lameire N, Eggers P, Pannu N, Uchino S, Wang H, et al. Epidemiolgy of acute kidney injury. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:881-6.
27.   Zappitelli M, Parikh CR,  Arikan AA,  Washburn KK, Moffett BS, Goldstein SL. Ascertainment and epidemiology of acute kidney injury varies with definition interpretation. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:948–54.
28.   Han WK, Waika SS, Johnson A, Betensky RA, Dent  CL, Devarajan P, et al.  Urinary biomarkers in the early diagnosis of acute kidney injury. Kidney International. 2008;73: 863–9.
29.   Shenoy M, Plant N. Management of acute renal failure in children. Paediatrics and child health. 2008;18:375-80.
30.   Andreoli SP. Management of acute kidney injury in children. A guide for pediatricians. Pediatr Drugs. 2008;10:379-90.
31.   Fiaccadori E, Parenti E, Maggiore U. Nutritional support in acute kidney injury.  J Nephrol.  2008;21:645-56.
32.   Gabardi S, Munz K, Ulbricht C. A Review of dietary supplement-induced renal dysfunction. Clin J Am Soc Nephrol. 2007;2:757–65.
33.   Flaccadori E, Maggiore U, Glacosa R, Rotelli C, Picetti E, Sagripantin S, et al.Enteral nutrition in patients with acute renal failure. Kidney International. 2004;65:999–1008.
34.   Guimarães SM, Cipullo JP, Lobo SM, Burdmann EA. Nutrition in acute renal failure. Sao Paulo Med J. 2005;123:143-7.
35.   Zappitelli M, Goldstein SL, Symons JM, Somers MJ, Baum MA, Brophy PD, et al. Protein and calorie prescription for children and young adults receiving continous renal replacement theraphy: A report from the prospective pediatric continous renal replacement theraphy registry group. Crit Care Med. 2008;36:3239-45.
36.    Basu RK, Wheeler D. Approaches to the Management of Acute Kidney Injury in Children. Recent Patents on Biomarkers. 2011; 1: 49-59.
37.   Strazdin V, Watson AR, Harvey B. Renal replacement therapy for acute renal failure in children: European Guidelines Pediatr Nephrol. 2004;19:199–207.
38.   Maxvold NJ, Bunchman. Renal failure and renal replacement therapy. Crit Care Clin. 2003;19:563–75.
39.   Shouman MG, El-Latif SA, Khattab SS, Makkar. Pediatric acute kidney injury: outcome by dialysis modality and disease severity. International J Of Academic Research. 2010; 2: 201-8.
40.   Bonilla M, Felix. Peritoneal dyalisis in the pediatric intensive care unit setting. Peritoneal Dialysis International. 2009;29:183-5.
41.   Walters S, Porter C, Brophy PD. Dialysis and pediatric acute kidney injury: choice of renal support modality. Pediatr Nephrol; 2009;24:37–48
42.   Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnock DG. Acute kidney injury network: report of an initiative to improve outcomes in acute kidney injury. Critical Care. 2006;11:1-8.
43.   Coca G, Yusuf B, Shlipak MG, Garg AX, Parikh CR.  Long-term risk of mortality and other adverse outcomes after acute kidney injury: A systematic review and meta-analysis. Am J Kidney Dis. 2009;53:961–73.
44.   Goldstein SL,  Devarajan P. Progression from acute kidney injury to chronic kidney disease : A pediatric perspective: An invited review for Advances in Chronic Kidney Disease. Adv Chronic Kidney Dis. 2008;15:278–83.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar